II.
Kompetensi Dasar : Memahami cara pengujian sederhana ada
tidaknya pengawet dalam bahan makanan, lalu mencegah mengkonsumsi bahan makanan
yang bersangkutan demi terjaganya kesehatan.
III.
Tujuan : Mengetahui ada tidaknya
pengawet pada bahan makanan yang diuji.
IV.
Tinjauan Pustaka :
Bahan tambahan makanan
(aditif makanan) digunakan agar makanan tampak lebih menarik dan tahan lama;
bahan tersebut dapat sebagai pengawet, pewarna, penyedap rasa dan aroma, anti
oksidan, dan lain-lain. Jadi bahan tersebut tidak bernilai gizi, tetapi
ditambahkan ke dalam makanan pada pembuatan atau pengangkutan untuk
mempengaruhi atau mempertahankan sifat khas makanan tersebut.
Beberapa bahan
tambahan makanan mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan
manusia; karena itu Departemen Kesehatan telah mengatur/menetapkan jenis-jenis
bahan tambahan makanan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam pengolahan
makanan. Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah formalin
(formaldehide) dan asam borat (garamnya natrium tetraborat/boraks).
1. Formalin
Formalin adalah larutan formaldehid
dalam air dengan kadar 37% yang biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel
biologi atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang
disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso (Djoko, 2006).
Formaldehid
(HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu
kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini
larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Formalin sudah
sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara
benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai
antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni
pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai
serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai
pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai
bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan
kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah
korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan
sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan
sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan
karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering kali tidak tahu
kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena
bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang
memakannya. Beberapa penelitian terhadap
tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada
jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum
nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan
(Yuliarti, 2007).
2.
Boraks
Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O
serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam
industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk
antiseptik toilet (Didinkaem, 2007).
Boraks merupanakan racun bagi semua
sel. Pengaruh terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam
organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal
merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ lainnya.
Dosis fatal boraks antara 0,1 – 0,5 g/kg berat badan (Cahyo, 2006).
Boraks ditambahkan ke dalam makanan
untuk memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Bakso
mengandung boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso
yang menggunakan banyak daging. Bakso yang mengandung boraks sangat renyah dan
disukai dan tahan lama (Anonim, 2009).
Boraks termasuk kelompok mineral
borat yang merupakan senyawa kimia alami yang tersusun dari atom boron (B) yang
merupakan logam berat dan oksigen (O). Boraks sudah lama digunakan oleh
masyarakat dan industri kecil dari pangan seperti gendar, kerupuk, mie dan
bakso. Boraks secara lokal dikenal sebagai air bleng, atau cetitet, garam bleng
atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah
sejak juli 1978 dan diperkuat lagi dengan SK Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).
Asam borat merupakan asam lemah
dengan garam alkalinya bersifat basa,
mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau
granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis. Baik boraks ataupun
asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep,
bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks
juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan
antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Meskipun bukan pengawet makanan,
boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering
disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah,
pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk
mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan
memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Efek boraks pada penggunaan beberapa
bahan makanan :
Ø Mie basah
Penggunaan
boraks pada mi basah akan menyebabkan mi tidak rusak sampai dua hari pada suhu
kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es
( 10 derajat Celsius). Baunya agak menyengat, bau formalin. Tidak lengket dan
mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal. Penggunaan boraks pada pembuatan
mi akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal.
Ø Tahu
Apabila
menemukan tahu yang tidak mudah hancur atau lebih keras dan kenyal dari tahu
biasa, kemungkinan besar tahu tersebut mengandung bahan berbahaya. Selain itu,
tahu tidak akan rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan
bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius). Tahu
juga akan terlampau keras, namun tidak padat.
Ø Bakso.
Bakso
tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius). Teksturnya
juga sangat kenyal.
V.
Alat dan Bahan :
ALAT
|
BAHAN
|
Pipet tetes
|
Kunyit (2)
|
Beaker Glass
|
Tahu
|
Mortar
|
Baso
|
Kasa pengaduk
|
Kerupuk Mentah
|
Tripod
|
Mie Basah
|
Bunsen
|
Air panas
|
Kertas Saring
|
|
Pelat
Tetes
|
|
Korek Api
|
VI.
Langkah Kerja :
1.
Memeras kunyit hingga keluar airnya,
meletakannya di pelat tetes
2.
Mengambil air kunyit dengan pipet
3.
Meneteskannya pada kertas saring
yang telah disediakan dengan menggunakan pipet tetes, menunggu hingga kering.
4.
Memanaskan air pada beaker glass 25
CC.
5.
Merebus bahan-bahan yang telah
dibawa pada air yang telah mendidih. Satu persatu.
6.
Meletakan air rebusan yang
mengandung sari bahan makanan pada pelat tetes.
7.
Mengambil air rebusan bahan dengan
pipet tetes, lalu meletakannya pada kertas saring yang telah diberi air kunyit.
8.
Mencatat perubahan yang terjadi.
9.
Mengulang langkah 5-9 pada
bahan-bahan yang lain.
VII.
Hasil dan Analisis :
Hasil Pengamatan :
Bahan Makanan
|
Warna yang muncul
|
Mie Basah
|
Coklat Tua
|
Tahu
|
Kuning
|
Kerupuk
|
Kuning Kecoklatan
|
Bakso
|
Kuning
|
Analisis Data :
Dari data diatas, terlihat bahwa bahan makanan yang
mengandung pengawet adalah mie basah dan kerupuk. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna yang terjadi, yaitu dari kuning (saat masih di pelat tetes)
menjadi kelcoklatan (saat diletakan di kertas saring yang mengandung cairan
kunyit- C21H20O6), dimana
membentuk reaksi :
Pengawet + Kurkumin → Rosocyanine
Na2B4O7
+ C21H20O6 → B[C21H19O6]2Cl
Rosocyanine berwarna kuning kecoklatan.
Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan, pengawet bersifat basa, maka keberadaan pengawet dapat dideteksi
dengan menggunakan indikator basa (larutan kurkumin), yang akan menunjukkan
warna merah kecoklatan.
VIII.
Kesimpulan
Dari percobaan
diatas dapat disimpulkan bahwa diantara bahan makanan yang disiapkan (baso,
kerupuk, mie basah, dan tahu), yang memiliki pengawet didalamnya adalah kerupuk
dan mie basah dengan indikator perubahan warna yang awalnya kuning menjadi kecoklatan.
Sedangkan karena warna baso dan tahu tetap kuning, membuktikan bahwa kedua
bahan tersebut tidak mengandung pengawet.
IX.
Daftar Pustaka :
Komentar
Posting Komentar